KENDARI, Kongkritpost.com- Penegakan hukum terhadap praktik korupsi di sektor pertambangan kembali menunjukkan taring. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) menetapkan Direktur PT KMR berinisial HP sebagai tersangka ke-7 dalam perkara dugaan korupsi penerbitan persetujuan sandar dan berlayar kapal pengangkut ore nikel.
Penetapan tersangka diumumkan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sultra, Rahman, Selasa (8/7/2025). HP telah lebih dulu diperiksa secara maraton sebelum akhirnya resmi ditetapkan dan langsung ditahan untuk 20 hari ke depan.
“HP telah diperiksa sebelumnya dan hari ini resmi ditetapkan sebagai tersangka sekaligus dilakukan penahanan,” ujar Rahman.
Skema Dugaan Manipulasi Dokumen
Dalam konstruksi kasus yang diungkap penyidik, HP diduga menjadi aktor utama dalam skema manipulasi dokumen untuk mengelabui perizinan berlayar kapal pengangkut ore nikel. Ia disebut membuat dan menandatangani kerja sama penggunaan terminal umum milik PT KMR, padahal ore yang diangkut berasal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT PCM.
Yang menjadi masalah, dokumen yang digunakan dalam pengiriman ore tersebut mencatut identitas wilayah IUP milik PT AM—seolah-olah legal secara administratif. Tidak hanya itu, HP juga diduga menyediakan akses dokumen PT AMIN kepada pihak ketiga yang tidak berwenang, demi memuluskan aktivitas pengangkutan tambang.
“HP turut memfasilitasi penggunaan dokumen perusahaan lain secara tidak sah dan diduga memperoleh keuntungan pribadi dari praktik tersebut,” ungkap Rahman.
Jerat Hukum Multilapis
Atas perannya, HP dijerat dengan sejumlah pasal dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3,
Pasal 5 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
juncto Pasal 56 KUHP,
juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kejati Sultra menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak akan berhenti pada tujuh tersangka yang ada. Penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap seluruh jejaring pelaku dan kemungkinan keterlibatan pihak lain.
“Komitmen kami jelas: membersihkan sektor pertambangan dari praktik ilegal dan merugikan negara,” tegas Rahman.
Kasus ini menyoroti kerentanan tata kelola pelabuhan dan perizinan kapal di wilayah tambang nikel Sulawesi Tenggara, serta mendesak lahirnya sistem pengawasan yang lebih kuat dan transparan ke depan( Eros)
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook