KENDARI, Kongkritpost.com- Dunia maya memang tak berbatas. Tapi bukan berarti bebas dari tanggung jawab. Tuduhan liar yang dilemparkan kepada Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perusda) Aneka Usaha Kolaka, Armansyah, melalui kanal pemberitaan, menuai reaksi dari kalangan masyarakat sipil. Kali ini datang dari Lembaga Pemerhati Masyarakat Sulawesi Tenggara (LPM Sultra).
Lembaga ini menilai tuduhan tersebut tidak berdasar, cenderung mencemarkan nama baik, dan menggoyang prinsip keadilan dalam demokrasi.
Ados Nuklir, Ketua Umum LPM Sultra, mengingatkan bahwa demokrasi bukan ladang bebas untuk melempar opini tanpa dasar. Demokrasi adalah taman ide, bukan tempat menanam hoaks.
“Kami mengikuti isu ini dari berbagai media lokal. Yang kami lihat, justru klarifikasi dari pihak Perusda lebih transparan, terbuka, dan logis. Tuduhan yang dilemparkan pihak tertentu justru tak disertai bukti konkret,” ujar Ados, Minggu (14/7/2025).
Armansyah, sebagai Direktur Perusda Kolaka, telah memberikan penjelasan secara terbuka. Ia menolak tegas semua tuduhan praktik pungli di tubuh Perusda. Menurut LPM Sultra, klarifikasi tersebut sudah cukup menjadi acuan objektif — setidaknya hingga ada data yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dalam sistem hukum publik, tuduhan sepihak tanpa alat bukti adalah bentuk injustice narrative — yaitu narasi yang menyimpang dari semangat keadilan. Ini bukan sekadar konflik opini, tapi telah menyentuh aspek perlindungan nama baik sebagai hak asasi.
LPM Sultra pun menyarankan langkah hukum sebagai bentuk pembelajaran publik.
“Kami mendorong Direktur Perusda Kolaka untuk mempertimbangkan jalur hukum. Ini bukan soal reaktif, tapi demi menjaga wibawa institusi dan memberi efek jera bagi pola-pola komunikasi publik yang sembrono,” ujar Ados.
Secara etis, menyampaikan kritik dalam demokrasi adalah bagian dari mekanisme kontrol sosial. Namun, ketika kritik berubah menjadi fitnah yang tak terverifikasi, maka di situlah demokrasi bisa berubah bentuk menjadi anarki informasi.
“Kita harus pisahkan mana demokrasi, mana pencemaran. Demokrasi menuntut data. Tuduhan tanpa dasar, apalagi bernada insinuatif, justru mencederai prinsip check and balance itu sendiri,” lanjut Ados.
LPM Sultra juga menyesalkan framing berita di beberapa media yang memuat tuduhan tersebut tanpa menyandingkan informasi secara proporsional dari pihak tertuduh. Dalam prinsip jurnalistik profesional, keseimbangan berita (cover both sides) adalah pilar utama. Jika pilar ini runtuh, yang tersisa hanya opini berkedok informasi.
Kasus ini menjadi catatan penting. Bahwa di era digital, reputasi bisa rusak dalam satu klik, dan kepercayaan publik bisa hancur oleh satu tudingan viral. Karenanya, suara publik harus bermutu. Lembaga publik seperti Perusda harus dibela bukan karena jabatannya, tapi karena asas praduga tak bersalah yang harus dijaga oleh semua elemen masyarakat—terutama di ruang demokrasi yang sehat( Usman)



Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook