KENDARI, Kongkritpost.com-Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) secara resmi merespon usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sultra terkait pembangunan Patung Haluoleo, yang sebelumnya muncul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Lembaga Adat Tolaki (LAT). Rencana pembangunan ini diharapkan menjadi monumen budaya yang memperkuat sejarah dan mempererat persatuan di kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara.Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra, Drs. H. Asrun Lio, M.Hum., Ph.D., pada Selasa (1/10/2024), menjelaskan bahwa pembangunan Patung Haluoleo tidak hanya berfungsi sebagai penghargaan terhadap sejarah, tetapi juga sebagai warisan budaya bagi generasi mendatang. Ia menekankan bahwa menjaga nilai-nilai sejarah sangat penting untuk memperkuat identitas dan keharmonisan masyarakat.
“Pemprov Sultra berkomitmen merespon aspirasi masyarakat, termasuk pembangunan Patung Haluoleo. Pembangunan ini direncanakan dimulai dengan peletakan batu pertama pada awal Oktober 2024 di Kawasan Bandara Haluoleo Kendari,” ujar Asrun Lio.Haluoleo dikenal sebagai sosok pemersatu dan pejuang yang gigih memperjuangkan kepentingan rakyat. Namanya dikenal di seluruh wilayah Sultra dengan berbagai sebutan, seperti La Kilaponto di Muna, Murhum di Buton, dan Haluoleo di kalangan masyarakat Tolaki.
*Dukungan dari Lembaga Adat Tolaki dan Akademisi*
Pembangunan patung ini mendapat dukungan penuh dari Lembaga Adat Tolaki (LAT), yang sebelumnya mengusulkan pembangunan ini melalui DPRD Sultra. Bisman Saranani, Sekjen DPP LAT, menyambut baik langkah Pemprov Sultra. Dukungan ini diperkuat oleh pernyataan Prof. La Niampe, pakar kebudayaan dari Universitas Halu Oleo Kendari, yang menilai bahwa pembangunan patung ini akan memperkuat kecintaan masyarakat terhadap sejarah dan kebudayaan Sulawesi Tenggara.Menurut Prof. La Niampe, Haluoleo, yang juga dikenal sebagai La Kilaponto atau Murhum, adalah sosok yang menyatukan kerajaan-kerajaan tradisional di Sulawesi Tenggara. Dalam penelitiannya, ia mengaitkan Haluoleo dengan Sugi Manuru, raja Muna, yang memiliki keturunan bangsawan dari berbagai daerah di Nusantara. Hal ini menunjukkan betapa kompleks dan luasnya pengaruh Haluoleo dalam sejarah regional.
Prof. La Niampe juga menyebutkan bahwa pemahaman tentang sejarah Haluoleo harus terus digali dan disebarluaskan agar generasi muda tidak kehilangan identitas budaya mereka. Ia berharap bahwa dengan berdirinya Patung Haluoleo, masyarakat akan semakin terdorong untuk mempelajari dan melestarikan sejarah kebudayaan mereka.
*Simbol Persatuan dan Keharmonisan*
Pembangunan Patung Haluoleo juga diharapkan menjadi simbol persatuan dan keharmonisan di Sulawesi Tenggara. Dengan adanya monumen ini, Pemprov Sultra berharap masyarakat dapat terus menjaga kerukunan yang telah tercipta selama ini dan tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu negatif yang memecah belah.
Monumen ini akan menjadi salah satu landmark penting yang tidak hanya melambangkan sejarah, tetapi juga masa depan yang penuh harapan bagi masyarakat Sulawesi Tenggara( Red)