BOMBANA, Kongkritpost.com-Sulawesi Tenggara Sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, Sulawesi Tenggara menjadi pusat perhatian dalam industri pertambangan. Namun, baru-baru ini, sebuah dugaan kejanggalan terkait izin usaha pertambangan (IUP) kembali mencuat dan menimbulkan pertanyaan besar.
Lembaga Forum Pemerhati Hukum di Sulawesi Tenggara mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap keberadaan PT Lubuk Jaya, perusahaan yang tiba-tiba muncul dalam sistem Minerba One Map Indonesia (MOMI & MODI). Keberadaan perusahaan ini memicu dugaan ketidaksesuaian administrasi, terutama terkait lokasi izin usaha pertambangan (IUP).
Menurut Iwan Socrates selaku Koordinator Forum Pemerhati Hukum, lokasi IUP yang tercatat berada di Kecamatan Kabaena Tengah, tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas perusahaan tersebut terjadi di Kecamatan Kabaena Timur. Selain itu, izin usaha pertambangan ini diduga tidak pernah terdaftar atau tercatat di Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara.
Iwan menegaskan bahwa berdasarkan pemantauan mereka, terdapat ketidaksesuaian prosedural dalam penerbitan IUP PT Lubuk Jaya. Seharusnya, sebelum izin operasi produksi diterbitkan, perusahaan harus terlebih dahulu memiliki Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), Studi Kelayakan, serta sejumlah dokumen pendukung lainnya.
“Yang lebih fatal adalah wilayah operasional perusahaan ini diduga berada di kawasan hutan lindung. Seharusnya ada proses penurunan status dari Hutan Lindung (HL) ke Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebelum bisa mengajukan izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ke Kementerian Kehutanan,” tegas Iwan Sabtu (15/3/2025)
Karena itu, pihaknya mendesak seluruh instansi terkait untuk meninjau ulang IUP tersebut. Jika dugaan ini benar, maka aktivitas yang dilakukan PT Lubuk Jaya tidak memenuhi syarat hukum untuk mendapatkan izin usaha pertambangan.
Sebagai bentuk transparansi, lembaga pemerhati hukum Sultra menantang PT Lubuk Jaya untuk membuktikan legalitas mereka dengan menunjukkan dokumen-dokumen berikut:
1. Pengesahan Badan Hukum Persero
2. Tanda Daftar Perusahaan
3. SK IUP Eksplorasi
4. SK IUP Produksi
5. Izin Kelayakan Lingkungan
6. Izin Lokasi
7. Clear and Clean
8. Nomor Induk Berusaha (NIB)
9. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
10. Rekomendasi IPPKH
11. Rekomendasi Penetapan Terminal Khusus (Tersus)
12. Izin Pembangunan dan Pengoperasian Terminal Khusus
13. Izin Pengelolaan Limbah B3
14. Izin Pembuangan Air Limbah
15. Izin Pengangkutan dan Penimbunan
16. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
17. IUP-OP (Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi)
“Kami ingin melihat apakah perusahaan ini benar-benar memiliki legalitas yang sah atau hanya dugaan perusahaan fiktif. Jika PT Lubuk Jaya tidak mampu menunjukkan dokumen-dokumen tersebut, maka kami pastikan IUP yang mereka gunakan adalah diduga palsu!” ujar Iwan dengan tegas.
Lebih lanjut, forum pemerhati hukum meminta penegakan hukum segera melakukan investigasi terhadap dugaan aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Bombana, khususnya di Kabaena Timur. Jika tidak ada respons dari aparat penegak hukum, mereka mengancam akan melakukan aksi besar-besaran di: Mabes Polri, Kementerian Kehutanan dan Kementerian ESDM.
“Aktivitas dugaan tambang ilegal bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan perekonomian daerah. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola sumber daya alam di Sulawesi Tenggara,” tegas Iwan.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ada perbaikan dalam pengelolaan pertambangan, pengurangan risiko pertambangan ilegal, serta terciptanya peluang ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Dinas ESDM Sultra, Hasbullah, mengatakan bahwa pihaknya tidak berwenang menerbitkan IUP Nikel, karena semua proses ada di pemerintah pusat.
“Kalau mau cek status IUP, buka saja MODI. Kalau tidak terdaftar di sana, berarti memang tidak ada,” ujar Hasbullah.
Saat ditanya apakah eksplorasi atau pemboran bisa dilakukan tanpa terdaftar di MODI, Hasbullah enggan berkomentar lebih jauh.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Lubuk Jaya, Dinas Kehutanan, dan Aparat Penegak Hukum belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan ini. Berita ini dipublikasikan untuk kepentingan publik agar transparansi dalam sektor pertambangan dapat terjaga( Usman)