MUNA, Kongkritpost.com- Dalam semangat ekofeminisme dan pemberdayaan ekonomi lokal, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sulawesi Tenggara, Ny. Arinta Andi Sumangerukka, melakukan kunjungan kerja inspiratif ke Desa Masalili, Kecamatan Kontunaga, Kabupaten Muna, Sabtu, 17 Mei 2025.
Agenda ini, menjadi wujud nyata dari komitmen strategis Dekranasda dalam membangun ekosistem ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal (local wisdom-based creative economy).
Disambut hangat oleh para perajin tenun, kunjungan ini ditandai dengan penyerahan bantuan bahan baku benang kepada komunitas penenun perempuan, sebuah langkah afirmatif yang memadukan pendekatan gender empowerment dan keberlanjutan budaya.
Didampingi oleh Ny. Ratna Lada Hugua (Wakil Ketua Dekranasda Prov. Sultra) dan Prof. Dr. Hj. Siti Leomo Bachrun, SE., M.Si (Ketua Dekranasda Muna), Ny. Arinta berdialog langsung dengan para perajin, menggali motivasi, tantangan, dan harapan yang mereka hadapi dalam melestarikan heritage textil khas Masalili.
“Kain tenun ini bukan sekadar produk tekstil, ia adalah narasi budaya yang ditenun dengan cinta, ketekunan, dan sejarah,” ujar Ny. Arinta. “Hari ini saya menyapa para penjaga warisan budaya yang hasil karyanya selama ini saya kenakan tanpa tahu kisah di baliknya.”
Dalam perspektif sosiokultural, aktivitas menenun di Masalili bukan sekadar mata pencaharian, tetapi sebuah ekspresi kolektif identitas perempuan dalam lanskap ekonomi desa.
Tenun Masalili dikenal memiliki konstruksi motif yang unik, warna yang ekspresif, dan nilai semiotik yang tinggi, menjadikannya produk dengan cultural capital yang potensial dipasarkan ke panggung nasional bahkan global.
Produktivitas & Nilai Ekonomi
Secara kuantitatif, para perajin rata-rata menghasilkan 3 helai kain per bulan, dengan pendapatan bervariasi antara Rp325 ribu hingga Rp1 juta, tergantung kompleksitas motif. Fenomena ini mencerminkan adanya nilai tambah ekonomi (economic value added) yang belum optimal dalam rantai pasok industri tenun tradisional.
“Perlu ada intervensi desain, pemasaran digital, dan penguatan branding agar tenun Masalili bisa menjadi produk unggulan ekspor berbasis budaya,” kata Ny. Arinta, yang juga mendorong kolaborasi dengan perguruan tinggi dan pelaku industri kreatif.
Ia juga mengusulkan agar Dinas Komunikasi dan Informatika Kab. Muna memproduksi video dokumenter etnografis untuk merekam perjalanan desa tenun Masalili sebagai model pengembangan cultural economy village.
Pelestarian & Ekowisata Komunal
Kunjungan Dekranasda tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga bagian dari pendekatan integratif lintas sektor yang menggabungkan pemberdayaan budaya, ekonomi, dan pariwisata. Rangkaian kegiatan yang dilakukan antara lain:
Kunjungan ke Rumah Tenun Musrifah (industri rumah tangga berbasis kriya tekstil)
Penyerahan bantuan benang di Balai Desa Masalili
Eksplorasi Gua Prasejarah Liangkobori (arkeowisata)
Kunjungan ke pengrajin nentu di Desa Korihi, Lohia
Eksplorasi Danau Napabale (ekowisata air asin-tawar)
Wisata alam ke Puncak Wakila di Desa Kondongia
Kegiatan ini mempertegas pentingnya komodifikasi budaya secara beretika, menjadikan warisan lokal sebagai aset yang diberdayakan, bukan dieksploitasi.
“Harapan kami, Desa Masalili mampu tumbuh sebagai simpul desa kreatif berbasis budaya (cultural-based creative village), mandiri secara ekonomi namun tetap otentik secara budaya,” tutup Ny. Arinta.
Kunjungan ini mencerminkan bagaimana pendekatan holistik dan partisipatif dapat mengakselerasi transformasi desa berbasis kerajinan menjadi pusat unggulan ekonomi lokal yang berdaya saing tinggi dan berakar kuat pada warisan budaya( Red)
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook