KENDARI, Kongkritpost.com- Ketua Umum Tamalaki Pobende Wonua Sulawesi Tenggara, Ahmad Baso, bersama Ketua Umum Konsorsium Aktivis Muda Indonesia, Andri Togala, menegaskan bahwa isu mengenai adanya pungutan uang dalam advokasi terhadap banjir lumpur yang melanda ratusan rumah warga di Kelurahan Watulondo dan Pungolaka adalah tidak benar dan merupakan hoaks.
Ahmad Baso membantah tuduhan bahwa warga dikenakan biaya untuk pendampingan dalam permasalahan banjir yang telah berlangsung selama beberapa tahun. Menurutnya, kehadiran mereka di tengah masyarakat merupakan bentuk kepedulian dan panggilan kemanusiaan.Saya tegaskan bahwa kehadiran kami di sini berdasarkan surat kuasa yang diberikan oleh masyarakat. Tidak ada pungutan uang Rp100 ribu per orang seperti yang disebarkan. Itu adalah berita bohong. Kami hadir semata-mata karena panggilan kemanusiaan,” ujar Ahmad Baso dalam keterangannya kepada media pada Selasa (28/01/2025).
Menurut Ahmad Baso, advokasi yang mereka lakukan merupakan respons terhadap minimnya perhatian dari Pemerintah Kota Kendari terhadap persoalan banjir lumpur yang terus berulang. Ia menyoroti bahwa pembangunan perumahan BTN Korps A99 Land, Risalki, dan Alfad diduga menjadi pemicu utama banjir yang terjadi setiap musim hujan. Kejadian terbaru pada Senin, 27 Januari 2025, bahkan sempat melumpuhkan sebagian Kota Kendari.
“Kami ingin meluruskan isu yang beredar agar tidak menjadi liar. Kehadiran kami di sini bukan tanpa alasan. Persoalan banjir lumpur ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun, keluhan masyarakat sudah disampaikan, namun pemerintah belum memberikan perhatian serius,” tegasnya.
Pernyataan serupa disampaikan Ketua RW 04 RT 12 Kelurahan Pungolaka, Ria Sampe (58), yang membantah adanya pungutan terhadap warga terdampak banjir. Ia menegaskan bahwa justru kehadiran aktivis sangat membantu mereka yang selama ini merasa diabaikan oleh pemerintah.
Itu sama sekali tidak benar. Justru kami sangat bersyukur atas kehadiran mereka yang membantu kami. Sejak 2022, kami sudah menyampaikan keluhan ke DPRD Kota kendari dan bahkan telah mendapatkan rekomendasi, tetapi tetap tidak ada tindakan nyata dari pemerintah. Saat banjir terjadi, siapa yang mendampingi kami? Tidak ada dari pemerintah. Maka kami putuskan untuk meminta bantuan dari organisasi masyarakat,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Ketua RT 12 Kelurahan Pungolaka, Rustamin, juga membenarkan bahwa banjir di wilayah mereka telah lama menjadi permasalahan yang diabaikan. Ia menegaskan bahwa tidak ada pungutan uang seperti yang dituduhkan.
“Polemik banjir ini sudah bertahun-tahun kami keluhkan, tetapi tidak ada tanggapan dari Pemerintah Kota Kendari. Kehadiran Tamalaki Pobende Wonua Sultra dan Konsorsium Aktivis Muda Indonesia sangat membantu kami dalam menyuarakan keluhan masyarakat. Jadi, isu pungutan Rp100 ribu per orang itu tidak benar sama sekali,” ujarnya.
Dengan adanya klarifikasi ini, masyarakat diharapkan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkn. Ahmad Baso dan Andri Togal menegaskan komitmen mereka untuk terus mendampingi warga dalam memperjuangkan hak-hak mereka terkait persoalan banjir lumpur di Watulondo dan Pungolaka( Usman)