BAUBAU, Kongkritpost.com- Kampanye terbatas di Kecamatan Sorawolio, Kota Baubau, pada Rabu, 20 November 2024, menjadi panggung bagi calon Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Hugua, untuk menyampaikan pandangan tegasnya. Dalam orasinya, ia menekankan bahwa Sultra adalah cerminan keberagaman Indonesia dan menolak keras narasi yang hanya memprioritaskan satu suku tertentu sebagai pemimpin daerah.
“Sulawesi Tenggara adalah miniatur Indonesia. Jika ada yang mengatakan bahwa hanya suku tertentu yang pantas menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur Sultra, maka mereka tidak memahami esensi persatuan dan nilai Bhineka Tunggal Ika,” kata Hugua, yang mendapat sambutan meriah dari para pendukung.
*Sulawesi Tenggara dan Jejak Sejarahnya*
Dalam kesempatan itu, Hugua, yang mendampingi Andi Sumangerukka sebagai calon Gubernur Sultra, mengulas sejarah pembentukan provinsi ini. Ia mengingatkan bahwa sebelum tahun 1964, wilayah Sultra masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara (Sulselra). Saat itu, beragam suku dari seluruh Indonesia telah mendiami wilayah ini.
Sultra menjadi provinsi baru berkat perjuangan berbagai suku yang telah hidup bersama di wilayah ini. Pada tahun 1964, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 1964 yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, Sulawesi Tenggara resmi berdiri sebagai provinsi dengan Baubau sebagai ibu kota awalnya,” jelas Hugua.
Ia juga mengapresiasi peran tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti Bugis, Jawa, Bali, dan suku lainnya, yang ikut berjuang dalam pemekaran wilayah ini. Menurutnya, keberagaman tersebut harus terus dihormati sebagai bagian dari identitas Sultra.
*Menolak Politik Identitas yang Memecah Belah*
Hugua menyoroti isu yang berkembang akhir-akhir ini, di mana ada pandangan bahwa pemilihan kepala daerah di Sultra harus berbasis pada latar belakang suku tertentu. Ia menegaskan bahwa sentimen seperti itu bertentangan dengan semangat persatuan dan dapat memecah belah masyarakat.
“Kita harus belajar dari sejarah. Dulu, bangsa ini dijajah karena suku-suku dan kerajaan berjuang sendiri-sendiri tanpa bersatu. Jika kita tidak ingin mengulang sejarah kelam itu, kita harus menolak politik yang memperkuat sentimen kesukuan,” tegas Hugua.
Ia juga menyerukan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan kapasitas dan integritas, bukan atas dasar asal-usul suku.
*Doa Bersama Menutup Kampanye*
Kampanye ini menjadi penutup rangkaian kegiatan pasangan Andi Sumangerukka-Hugua (ASR-Hugua) menjelang pemilihan. Acara ini dihadiri sekitar 3.000 simpatisan yang datang untuk memberikan dukungan kepada pasangan nomor urut 2. Doa bersama yang dipimpin oleh para Parabela (tokoh adat) menjadi puncak dari kampanye ini.
Hugua mengakhiri orasinya dengan pesan persatuan yang kuat, mengajak masyarakat untuk bersama-sama membangun Sultra tanpa terjebak dalam politik identitas.
“Mari kita jadikan Sulawesi Tenggara sebagai contoh nyata harmoni keberagaman Indonesia. Dengan persatuan, kita bisa membawa daerah ini menuju kemajuan yang lebih besar,” pungkas Hugua.
Pesan Hugua yang penuh dengan semangat kebangsaan ini meninggalkan kesan mendalam, memberikan harapan baru bagi masyarakat Sultra untuk memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan positif bagi seluruh kalangan tanpa diskriminasi( Red)