KENDARI, Kongkritpost.com-Sulawesi Tenggara kembali mencatatkan prestasi ekonomi, dengan deflasi sebesar 0,17% untuk bulan Oktober 2024, bertolak belakang dengan inflasi nasional yang mencapai 0,08%. Menurut laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Jumat (1/11/2024), capaian ini menjadikan Sultra salah satu provinsi dengan stabilitas harga terbaik di Indonesia.
Penurunan harga di Sultra didorong oleh deflasi di kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, yang mencapai 0,58% dan berkontribusi sebesar 0,19% terhadap deflasi keseluruhan. Komoditas seperti beras, terong, dan bayam memainkan peran kunci, dengan masing-masing menyumbang penurunan harga sebesar 0,06%, 0,05%, dan 0,04%.
Namun, inflasi bulanan masih terjadi pada beberapa komoditas, termasuk kacang panjang, ikan layang/ikan benggol, dan emas perhiasan, yang masing-masing menambah 0,04% ke inflasi. Tomat dan sawi hijau juga menyumbang inflasi sebesar 0,03%.
*Inflasi Tahunan Terkendali di Bawah Rata-Rata Nasional*
Secara tahunan, inflasi Sultra tercatat sebesar 0,71%, jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 1,71%. Sultra bahkan menempati posisi kedua terendah dari 38 provinsi di Indonesia. Sigaret kretek mesin, emas perhiasan, dan ikan bandeng menyumbang andil inflasi tahunan terbesar, sementara beras, angkutan udara, dan ikan layang berhasil menekan laju inflasi tahunan.
Pj. Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto, memberikan apresiasi atas kolaborasi yang kuat antara Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), pemerintah, pelaku pasar, dan berbagai pihak yang telah menjaga stabilitas harga. “Terima kasih kepada TPID dan semua pihak. Keberhasilan ini adalah hasil sinergitas dan kolaborasi yang terus diperkuat. Kami akan terus memantau dinamika pasar, mengintervensi harga jika diperlukan, serta memperkuat langkah-langkah inovatif untuk memastikan stabilitas harga,” ujarnya.
*Dampak dan Penyebab Deflasi*
Menurut Andap, salah satu faktor utama di balik deflasi adalah upaya mitigasi awal oleh Pemprov Sultra menghadapi potensi dampak El Niño dan La Niña, yang tidak seberat perkiraan. Produksi beras yang lebih baik dibandingkan tahun lalu dan penyesuaian harga menuju keseimbangan baru juga memainkan peran penting.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sultra, Doni Septadijaya, mengonfirmasi bahwa indikator ekonomi tidak menunjukkan pelemahan daya beli yang signifikan. “Kredit dan simpanan dana pihak ketiga justru tumbuh dibandingkan tahun 2023,” jelasnya, menandakan stabilitas keuangan yang kuat.
Strategi Pemprov Sultra ke Depan
Menghadapi tantangan ke depan, Pemprov Sultra menyiapkan berbagai langkah strategis untuk menjaga daya beli masyarakat:
1. Percepatan realisasi APBD untuk mendorong konsumsi pemerintah dan rumah tangga.
2. Optimalisasi APBN, APBD, dan Dana Desa, termasuk program asuransi pertanian dan ketahanan pangan.
3. Akselerasi pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui skema klaster, khususnya bagi sektor perikanan dan pertanian.
4. Penguatan kerja sama antar daerah dalam bentuk business to business (B2B) yang didukung oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
5. Pendirian kios pemantau harga untuk mengendalikan inflasi.
6. Proteksi harga komoditas bagi petani melalui program perdagangan antar daerah.
Meskipun inflasi tahunan masih terkendali, Pemprov Sultra tetap waspada menghadapi tantangan 2025, mengingat adanya potensi lonjakan harga akibat “base effect” statistik. Fenomena ini bisa menyebabkan kenaikan angka inflasi terlihat lebih signifikan dibandingkan 2024.
“Kami optimis inflasi Sultra akan tetap stabil, mendukung pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Andap. Pemprov Sultra berkomitmen meningkatkan koordinasi dan menerapkan kebijakan tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Dengan sinergi yang kuat, Pemprov Sultra terus menjadi contoh bagi provinsi lain dalam menjaga stabilitas harga di tengah tantangan ekonomi global( Red)