MUNA, Kongkritpost.com-La Ode Husen, salah satu pendiri Perhimpunan Masyarakat Muna Indonesia (PMMI), menyesalkan kejadian yang menimpa Presiden PMMI. Husen menyatakan bahwa peristiwa ini tidak seharusnya dipublikasikan karena mencederai nilai budaya POINTAU. Dengan niat dan ketulusan, Presiden PMMI, La Ode Riago, yang dikenal peduli terhadap nilai-nilai budaya dan adat istiadat serta pengembangan kearifan lokal Muna, kini harus menghadapi pencabutan mandat sebagai pelaksana Raja Muna dan Kino Kasaka.
“Jabatan ini bukan atas dasar keinginan beliau, tapi adanya silaturahmi dan permintaan beberapa tokoh masyarakat. Beliau bahkan menolak hingga empat kali sebelum akhirnya menerima sebagai perangkat Kerajaan Muna,” ujar La Ode Husen. Beliau hanya ingin mendirikan organisasi untuk melestarikan nilai-nilai adat dan budaya Muna sebagai tanggung jawab untuk generasi mendatang.
La Ode Husen menambahkan bahwa Riago prihatin dengan semakin lemahnya nilai budaya dan bahasa Muna. “Generasi kita saat ini banyak yang tidak tahu dan paham menggunakan bahasa daerahnya sendiri. Adat istiadat juga hanya dilakukan saat prosesi ritual dan berpotensi punah,” Ujarnya Selasa (6/8/2024)
Sekjen sekaligus Dewan Pendiri PMMI, LM. Darmin, turut menyuarakan kekecewaannya. “Ini mencoreng nama baik organisasi. Kurang apa Presiden PMMI? Beliau sudah banyak membantu, menyisihkan waktu, tenaga, dan materi,” ujarnya. Darmin menekankan bahwa Riago tidak punya tendensi buruk terhadap Lembaga Adat Kerajaan Muna (LAKM) dan Lembaga Adat Wuna (LAW).Menurut Darmin, Riago tidak berniat merusak tatanan dan nilai LAKM/LAW, melainkan ingin melestarikan nilai budaya. “Hari ini, raja tidak punya kekuasaan seperti masa lampau, hanya untuk menghidupkan kembali sejarah kerajaan Muna,” jelasnya.
Darmin menekankan pentingnya tabayun atau klarifikasi jika merasa ada yang janggal. “Jika tidak tabayun, kita bisa terjebak dalam fitnah yang keji, apalagi jika langsung dipublikasikan di media sosial, sangat merugikan,” tambahnya.
Di tempat terpisah, Drs. La Nika, Mieno Lawa, mengungkapkan bahwa pencabutan mandat dan pemecatan La Ode Riago seharusnya tidak dilakukan sepihak. “Keputusan harus berdasarkan musyawarah antara Sara Wuna dan OMPUTO (Raja Muna),” tuturnya. La Nika menjelaskan bahwa tugas pokok Sara Wuna yang dipimpin Bhonto Balano adalah menjalankan tugas pemerintahan dan sosial kemasyarakatan dalam Kerajaan Muna, serta memilih, melantik, menghukum, dan memberhentikan raja melalui rapat Dewan Sara Wuna.
Ketika ditanya tentang sanksi bagi La Ode Mazati yang sedang menjalani sanksi adat, Dewan Sara Wuna menjelaskan bahwa mereka masih mempertimbangkan falsafah Pointau agar semua bisa lebih baik sesuai dengan adab Muna. “Berpikirlah terlebih dahulu sebelum bertindak,” ujar La Nika, mengutip pepatah tua Muna, “Fekiri Deki Maka Korabu Pada Fekiri Maka Korabu.”
Kisruh ini diharapkan dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan musyawarah, mengingat pentingnya menjaga keharmonisan dan kelestarian budaya Muna untuk generasi mendatang( Usman)