Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Kecamatan Mandonga, Kendari dan Kendari Barat yang terjadi diakhir Februari 2024 menjadi catatan awal tahun 2024. Kerugian materi dan korban, menarik dikemas pers agar banyak pembaca meng”klik” media tersebut. Namun bukan itu yang menarik saya berselancar dengan MacBook Air yang sudah 10 tahun setia menemani.
Menggelitik hati saya untuk mengatakan seorang yang bernama LM. Rajab, Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, yang berselancar arogan, hinaan bahkan ancaman kepada Pj Gubernur sultra dan Pengelola Balai Wisata Tahura untuk meninggalkan Kota Kendari dan bahkan Pj Gubernur sultra disebut “harus Malu”. Saya sendiripun dikatakan kadis cari muka.
Sebuah pernyataan tidak layak keluar dari mulut seorang wakil rakyat salah satu oknum yang terhormat. Mengapa? Karena 1 penyambung lidah rakyat ke pemerintah daerah. 2 bagian dari pemerintah yang harusnya tata tatakrama menyampaikan pendapat melalui koordinasi dan konsultasi serta rapat bersama dalam forum resmi, bukan mengundang pers dan cuap-cuap dengan jurus Dewa Mabuk, hantam kromo tanpa data, 3 Suara rakyat Kota Kendari yang mestinya menyoroti kinerja Walikota dan bukan menyerang Pj Gubernur sultra yang secara konstitusional menjadi wilayah pengawasan DPRD Provinsi, 4 Rajab bukan LSM apalagi Pers yang menjadi sosial kontrol kerja-kerja pemerintah yang ketika menemukan masalah langsung mengritik, melakukan aksi dan memberi solusi.
Oleh sebab itu, tepat jika Rajab disimbolkan “Dewa Mabuk” dalam kisah Heroik film Mandarin. Setiap melakukan perkelahian harus mabuk. Dewa mabuk dalam konteks pikir saya adalah seorang yang tidak memiliki tatakrama, landasan berpikir rasional, tidak tahu hirarkisisasi kerja. Cukup!!! begitu gambaran siapa Rajab.
Mestinya menjadi catatan Dewan Kode Etik DPRD Kota Kendari untuk menjadi bahan pertimbangan atas sikap seorang anggota DPRD Kota Kendari terhadap Gubernur.
Mari kita analisis agar apa yang saya persepsikan terhadap karakteristik seorang Rajab bisa diterima.
1. Banjir dan Tanah Lonsor
Banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kampung Salo ini bukan pertama kali terjadi.
– Tahun 2013 terjadi tanah longsor di Kelurahan Kampung Salo, Kec. Kendari (sebelum mekar menjadi Kec. Kendaeri Barat) akibat intensitas hujan dan ekspansi pemukiman dan penebangan liar. (Kompas,co; 11 Juli 2013, 14.49; Kiki Andi Pati)
Tahun 2017 terjadi banjir besar hampir seluruh Kota Kendari dan tanah longsor yang merenggut 1 korban Jiwa. Banjir dan tanah longsor akibat melaupnya kali wanggu, intensitas hujan, buruknya drainase, ekspansi pemukiman liar dan illegal logging di Tahura dan Sampah. (VOA,Indonesia; 1 Juni 2017 ; Eva Mazrieva)
– Tahun 2023 terjadi tanah longsor akibat intensitas hujan di Lorong Dolog, RT 02, RW 01 yang mengakibatkan 44 KK kerugian.(Antara, 13 Juli 2023; 23.27)
– Tahun 2024 terjadi banjir dan tanah longsor di Kecamatan Kendari, Kendari Barat, Mondonga yang semua media meliput. Penyebabnya adalah intensitas hujan, ekspansi pemukiman dan illegal logging di Tahura, buruknya drainase, dan kebiasaan warga membuang sampah
Dari kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa banjir dan tanah longsor adalah kejadian yang telah puluhan tahun terjadi. Penyebabnya :
a. Data Tahun 2013 140 KK
Mengalihfungsikan hutan dengan pemukiman illegal di Tahura dengan luas 13 Ha (Amal Jaya, Kadishut Prov). lalu siapa yang salah? Apakah harus menuding dengan kata “Harusnya Malu Pj. Gubernur” lalu dengan arogan menyuruh pulang kampung Pj. Gubernur dan Balai kehutanan. Terus Pj. Gubenur dan Kadis Kominfo tidak tahu akar masalah. Sorry Boss, Ok Gas.
Bagaimana mungkin sebagai Pj. Gubernur 6 Bulan lalu dituding tidak berbuat dan malu. Sementara kasus Tahura ini sudah berpuluh tahun dan menjadi tanggung jawab Balai Konservasi hutan, Dishut Prov Sultra, dan Pemkot yang punya warga. Dan bagaimana mungkin PJ. Gubernur yang hanya setahun dituding bertanggung jawab menyelesaikan kasus pemukiman warga di Tahura. Sudahkah Pemerintah Kota Kendari memindahkan warga di Tahura belakang eks-Hotel Kendari beach. Setahu saya sejak 2000-an direncanakan membangunkan pemukiman di Kel. Purirano. Mungkin bisa dijawab oleh Rajab karena setahu saya disitu yang bermukim mayoritas masyarakat Muna (sekawanua Rajab dan RB . hehehe)
Apakah Rajab sudah melakukan tugasnya di DPRD untuk mengatasi masalah ekspansi warga di Tahura (2013 sudah dikeluhkan oleh Amal Jaya) dan saya yakin setiap tahunnya bertambah. Lalu mana itu Rusun yang dijanjikan? Coba chek Rusun di Perkuburan Umum apakah yang tinggal adalah warga Tahura? Ini jawab untuk menohok sumbu pendek Rajab. Gubernur pasti tahu dan sudah melakukan tindakan dan aksi melalui OPD terkait dan dipimpin Sekda Prov. (Baca berita). Kadis Kominfo ini Anak Kota Lama Boss, Anak HTG, Anak Gunung Potong, Tokoh Pemuda Kec. Kendari Boss, mantan LPM dan BKM Kota Kendari.
b. Drainase Buruk
Apakah tugas Provinsi membenahi Drainase Kota. Jika ada menjadi tugas sebagian kecil dari sebagian besar tanggung jawab Pemkot.
Silakan dijawab Rajab, bagaimana kondisi drainase kota yang sendimentasi akibat pergeseran tanah dari hutan Tahura dan sampah masyarakat hampir seluruh Kota Kendari. Lihat saja di sekitar jalan poros Puuwatu, sudahkah diangkat sendimentasi yang berserakan dipundak jalan dan sukup mengganggu pengguna jalan? Apakah harus menyebut malu gubernur? Dimana Rajab saat tumpukan sendimen tersebut?
c. Sampah
Sudahkah Rajab peduli utnuk menegur. Dimana Rajab ketika komunitas warga dan Kepsek SMA 4 Kendari yang berteriak karena tumpukan sampah yang Sudah berhari-hari tidak diangkat. Dimana rajab ketika beberapa mobil pengangkut sampah tiba sudah kesiangan sehingga mengganggu aktivitas warga berolah raga dan lain-lain akibat bau sampah menyengat.
Makanya, saran saya Rajab beli sepeda dan susuri Kota Kendari setelah shalat Subuh supaya tahu kondisi dan berolah raga juga. Jangan sampai benar dugaan saya kalau sore pakai air sore dan kalau siang pakai air pagi. Bagaimana mau kerja.
Jangan sampai Rajab katakan “tong kosong” lagi karena saya punya legalitas ToT Adiwiyata Nasional untuk lingkungan dan siswa adaptif hijau di Sultra.
2. Tahura
Kenapa saya katakan Rajab itu Dewa Mabuk ? karena Rajab tidak bisa pilah mana yang harus didahulukan dan mana yang prioritas jangka menengah dan jangka Panjang dibenahi. Tiba-tiba menohok salahkan Pj. Gubernur dan balai tidak berbuat dan disangkutpautkan dengan Tahura (sudah dibahas sebelumnya).
Masalah banjir dan tanah longsor itu boss yang harus dilakukan tindakan cepat dan terukur adalah desiminasi dan sosialisasi (sebelum dan sesudha) penyelamatan, identifikasi korban manusia dan rumah serta infrastruktur, rencana aksi dan aksi, analisis dan evaluasi penyebab, roadmamp penanggulangan, teamwork, aksi.
Mari kita bedah satu persatu :
a. Desiminasi dan Sosialisasi
Pj. Gubernur jusgtru sudah menginisiasi aksi Bersama BMKG setiap hari menyampaikan pemberitaan terkait cuaca di Sultra. Setia hari BMKG menyampaikan ke Pj. Gubernur dan diteruskan ke Forum OPD Sultra dan ditindaklanjuti oleh seluruh OPD menyampaikan via Whastupp grup, media center, portal resmi pemerintah, vidiotro pemerintah dll.
b. Penyelamatan, Identifikasi Korban dan Bantuan
Pemerintah Provinsi, Pemkot, Badan SAR, dan lembaga terkait lainnya termasuk TNI Polri sudah melakukan aksi. (baca berbagai media dan rilis Sekda Prov. Sultra). Yang menjadi pertanyaan besar… Adakah Rajab saat evaluasi penyelamatan?
Ayoo teman-teman pers jawab dan selidiki.
Kalau Pj. Gubernur telah diwakili oleh Sekda dan OPD terkait serta Pj. Walikota (ingat PJ. Walikota itu adalah pembantu Gubernur dan korelasi dengan tugasnya sebagai Kalak BPBD Prov.) jadi mereka aksi pasti melalui konsultasi dan perintah Pj. Gubernur.
Lalu dimana Pj. Gubernur?
Beliau dikesempatan sebelum terjadinya banjir dan tanah longsor telah berada di Jakarta dalam rangka wisuda anak perempuan beliau di Universitas Indonesia pada hari Jumat kemarin dan persiapan pertanggunjawaban Pj. Gubernur 3 bulan kedua.
c. Rencana Aksi, Analisis Penyebab Roadmap penanggulangan dan teamwork
tahapan ini setelah selesai aspek (a). siapa bertanggung jawab? Tentunya Balai, Pemprov, Pemkot, lembaga terkait dan TNI Polri. Ini perlu didudukan bersama melalui forum resmi dan memerlukan waktu dan biaya. Bukan berteriak menyalahkan Pj. Gubernur dan Balai. Dan aneh mengatakan Kadis Kominfio berkicau, Saya ini bicara pakai data, Apalagi cari muka, Saya melalui tes murni dengan nilai tertinggi 96 (dari nilai 100) dan memiliki kemampuan komprehensif bukan saja lokal dan nasional
Tapi 2018 berhasil menjadi The Best paper pada konperensi Internasional di Davao Philipina, The Rizal memorian Colledge. Saya juga memiliki penghargaan HAKI atas temuan “SMART EDUCATION”. Yang sejak 2019 diakui oleh Kemenkum-HAM selama 50 tahun, artinya saya telah wafatpun penilaian itu masih berlaku. Saya juga mencapai nilai Doktoral 3.96 murni tanpa KKN dan melalui ujian terbuka dengan santai enjoy dan berhasil menjawab semua pertanyaan yang baik dan catat tanpa diberi kisi-kisi oleh penguji. Lalu mana prestasimu Rajab?
Jadi simpulan tulisan saya harusnya Rajab ketika memberikan masukan kepada pemerintah melalui ruang yang telah diatur (menyampaikan kepada DPRD Prov. untuk menyampaikan bahkan menegur kalau Pj. Gubernur salah, membuat framework penanganan Tahura kepada Ketua DPR Kota untuk ditindaklanjut pemkot dan membangun teamwork dengan DPRD Prov. dan pemprov serta lembaga terkait lainnya dan TNI Polri untuk penanganan jangka menengah dan Panjang.
Buka cuap-cuap dan marah-marah dan arogan mengusir dan menghina Pj. Gubenur sultra dengan kata “harusnya Malu”.. situ kali yang “MALU”. Lalu siapa yang pantas dikatakan Tong kosong Berbunyi Nyaring kayak burung Cui Cui ?? Silahkan Pembaca Menilai
Penulis: Kadis Kominfo Provinsi Sultra, DR. M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM/ (3/3/2024)