BOMBANA, Kongkritpost.com- Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei sejatinya menjadi panggung perayaan perjuangan dan solidaritas kaum pekerja. Namun, bagi puluhan buruh PT Panca Logam Makmur (PLM) di Kabupaten Bombana, hari buruh justru menjadi momen memilukan—hari yang mengingatkan mereka pada ketidakadilan yang terus menghimpit kehidupan mereka.
Asdar, salah satu buruh PLM, mengungkapkan kepedihan yang ia dan rekan-rekannya alami. Selama berbulan-bulan, mereka tak menerima gaji dari perusahaan tambang emas tersebut. Harapan untuk mendapatkan hak-hak dasar justru dijawab dengan kriminalisasi.
“Kami dituduh merusak dan menghalangi pekerjaan. Polisi langsung turun tangan. Tapi saat kami lapor pelanggaran perusahaan, semuanya seperti dibungkam,” ujar Asdar Kamis 1 Mei 2025
Menurutnya, laporan balik telah diajukan ke pihak berwenang, namun tanpa penjelasan yang masuk akal, kasus itu dihentikan. Sementara laporan pihak perusahaan berjalan cepat. Ketimpangan perlakuan ini membuat para buruh merasa hukum tak berpihak kepada mereka.
Tak hanya soal gaji yang tak kunjung dibayar, kondisi kerja yang membahayakan nyawa pun luput dari perhatian. Najamudin, salah satu buruh yang bertugas membakar emas menggunakan merkuri, kini menderita gangguan kesehatan serius. ia jatuh dan tenggelam di bekas galian tambang yang dibiarkan terbuka.
“Najamudin sakit parah karena paparan merkuri, tapi perusahaan lepas tangan. Tidak ada pengobatan, tidak ada santunan,” beber Asdar.
Bahkan, seorang rekan mereka, Irwan, meninggal dunia dalam situasi kerja yang berisiko. Namun, alih-alih bertanggung jawab, perusahaan justru menuduh almarhum melakukan penambangan ilegal.
“Menurut kami, itu cuma alasan agar perusahaan tidak harus memberikan tanggung jawab dan santunan,” imbuhnya.
Kejanggalan lainnya menyangkut iuran jaminan sosial. Para buruh menyebut gaji mereka rutin dipotong untuk BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Namun saat dikonfirmasi ke lembaga terkait, nama mereka tidak tercatat sebagai peserta aktif. Dugaan penipuan pun mencuat.
“BPJS kami ternyata diduga fiktif. Sudah kami laporkan ke Polda Sultra, tapi sampai hari ini tidak ada tindak lanjut. Seolah semua laporan buruh dibekukan,” ungkap Asdar.
Manajemen PLM berdalih akan menjual aset untuk membayar tunggakan gaji. Namun janji itu tinggal janji. Para buruh terus hidup dalam ketidakpastian. Upaya melapor ke Dinas Tenaga Kerja pun tak membuahkan hasil.
“Rasanya hukum ini tumpul kalau berhadapan dengan perusahaan besar seperti PLM,” tegasnya.
Bagi Asdar dan kawan-kawan, Hari Buruh bukanlah momen untuk berpesta. Justru sebaliknya, ini adalah hari berkabung. Hari ketika mereka kembali menyadari betapa lemahnya perlindungan negara terhadap kaum pekerja.
“May Day bukan hari bahagia buat kami. Ini hari duka. Negara seperti absen dari penderitaan kami,” kata Asdar.
Di tengah keputusasaan, Asdar menyampaikan harapan kepada pemerintahan yang baru, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, agar memberikan perhatian nyata terhadap nasib para buruh, khususnya di sektor berisiko tinggi seperti pertambangan.
“Pak Presiden, dengarlah suara kami. Tolong beri kami keadilan. Jangan biarkan perusahaan besar terus menindas kami tanpa ada hukum yang melindungi,” serunya penuh harap.
Kisah buruh PT Panca Logam Makmur menjadi potret suram dari kondisi ketenagakerjaan di tanah air. Di balik gegap gempita peringatan Hari Buruh, masih banyak pekerja yang tertindas, haknya dilanggar, dan nyawanya dipertaruhkan sementara negara terkesan diam.
Sampai berita ini tayang, Kongkritpost masih berusaha untuk mengkonfirmasi pihak – pihak terkait guna kepentingan konfirmasi.( Usman)