KENDARI, Kongkritpost.com- Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Komjen Pol. (P) Dr. (H.C) Andap Budhi Revianto, S.I.K., M.H, memperkuat komitmennya dalam upaya pengentasan kemiskinan dan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Komitmen ini diwujudkan melalui Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Sultra Tahun 2024, yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari kementerian hingga pemerintah daerah se-Sultra.
Dalam sambutannya, Sekda Sultra, Drs. H Asrun Lio, M.Hum., Ph.D., mewakili Pj Gubernur, menegaskan bahwa kemiskinan dan kemiskinan ekstrem adalah tantangan mendesak yang memerlukan solusi sistematis dan terintegrasi. “Pengentasan kemiskinan adalah salah satu tujuan besar bangsa yang termaktub dalam UUD 1945, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya menyelesaikan persoalan ini bagi warganya,” tutur Asrun Kamis (7/11/2024)
Asrun mengakui, tantangan kemiskinan di Indonesia tetap signifikan. Pada Maret 2024, tercatat 9,03% atau sekitar 25,22 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. “Kemiskinan adalah salah satu dari lima target utama Visi Indonesia Emas 2045, di mana kami menargetkan angka kemiskinan menjadi 0,5-0,8%,” jelasnya.
Lebih lanjut, upaya pengentasan ini sejalan dengan misi “Asta Cita” Prabowo-Gibran, yang berfokus pada pembangunan dari desa dan pemberantasan kemiskinan untuk pemerataan ekonomi.
“Saat ini masyarakat miskin dihadapkan pada tantangan terbatasnya akses layanan dasar dan sumber-sumber kesejahteraan. Maka, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk mengatasi hal ini,” ujarnya.
Data menunjukkan tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia telah turun dari 1,12% pada 2023 menjadi 0,83% pada 2024, sesuai dengan target nasional. Di Sultra sendiri, angka ini turun dari 1,65% pada 2023 menjadi 1,06% di tahun ini.
Namun, Sekda menyoroti tiga tantangan utama dalam penanggulangan kemiskinan di Sultra, yaitu:
1. Ketidakakuratan sasaran program bantuan.
2. Kurangnya koordinasi antar sektor serta antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
3. Keterbatasan pendanaan untuk bantuan langsung kepada masyarakat.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga menyebutkan lima hambatan daerah dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem, termasuk data yang belum akurat, target yang tidak tercapai, distribusi bantuan yang kurang tepat sasaran, lemahnya sinergi program, dan keterbatasan adaptasi terhadap bencana dan perubahan iklim.
Dalam kegiatan yang dihadiri oleh para pejabat dari Kementerian Dalam Negeri, BPKP Sultra, akademisi dari Universitas Halu Oleo, hingga perwakilan organisasi non-pemerintah, Sekda Asrun Lio mengajak seluruh elemen untuk bersinergi dalam menyusun program yang terintegrasi, efektif, dan tepat sasaran. “Kami berharap kegiatan ini dapat memacu langkah konkret dalam penanggulangan kemiskinan ekstrem di Sultra,” ujarnya( Red)