KENDARI, Kongkritpost.com-Direktur PT Arsa Mega Pratama (AMP), Diedi Fahrizal, memilih bungkam dan menghindari sejumlah awak media yang berusaha meminta keterangannya terkait polemik yang membelit perusahaan galangan kapal tersebut. Insiden ini terjadi di Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (20/11). Aksi menghindar ini membuat para jurnalis gagal mendapatkan penjelasan atas berbagai tudingan terhadap PT Arsa Mega Pratama (AMP)Rapat yang digelar hari Rabu bersama masyarakat Desa Tanjung Tiram, pemerintah setempat, dan pihak PT Arsa Mega Pratama (AMP) membahas berbagai isu terkait keberadaan perusahaan. Evaluasi izin operasional menjadi salah satu fokus utama, mengingat PT Arsa Mega Pratama (AMP) diketahui telah lama diminta menghentikan aktivitasnya oleh DLH Sultra.
Menurut Kabid Penataan dan Peningkatan Kualitas DLH Sultra, Ibnu Hendro Prasetianto, PT Arsa Mega Pratama (AMP) sudah diminta menghentikan segala kegiatan sejak awal tahun 2024. Perusahaan ini diketahui belum melengkapi dokumen izin, termasuk izin lingkungan hidup yang wajib dipenuhi untuk beroperasi.
“Jangan lakukan kegiatan dulu sampai izin lingkungan hidup diterbitkan. Hal ini penting dan tidak boleh diabaikan,” tegas Ibnu Hendro.
Namun, hasil investigasi di lapangan menunjukkan fakta sebaliknya. PT AMP justru tetap nekat beroperasi meskipun sudah mendapatkan peringatan keras dari pemerintah. Aktivitas galangan kapal di Desa Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, terus berlangsung, memicu keresahan masyarakat sekitar.
Rapat juga membahas keluhan masyarakat setempat, termasuk minimnya tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan persoalan sengketa lahan. Warga mengaku aktivitas PT AMP berdampak buruk terhadap lingkungan, tanpa ada upaya kompensasi atau tanggung jawab yang memadai dari pihak perusahaan.
Selain itu, DLH Sultra menegaskan bahwa dokumen lingkungan PT AMP masih dalam tahap evaluasi. Hingga saat ini, izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup belum diterbitkan. “Penilaian dokumen lingkungan sangat krusial untuk memastikan aktivitas mereka tidak berdampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan,” jelas Ibnu Hendro.
Menanggapi dugaan pelanggaran ini, publik meminta aparat penegak hukum bertindak tegas. Selain beroperasi tanpa izin, PT AMP juga dituding melanggar kewajiban CSR dan merusak lingkungan. Jika dibiarkan, aktivitas ilegal ini berpotensi merugikan masyarakat, lingkungan, dan negara.
“Harus ada langkah konkret untuk menindak tegas perusahaan seperti ini. Regulasi lingkungan hidup ada untuk melindungi hak masyarakat dan ekosistem sekitar,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Tanjung Tiram.
Kasus ini menjadi sorotan karena mencerminkan lemahnya kepatuhan perusahaan terhadap aturan hukum dan perlindungan lingkungan.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas pemerintah dan aparat hukum untuk menyelesaikan polemik ini demi keadilan dan keberlanjutan lingkungan di Tanjung Tiram( Usman)