KENDARI, Kongkritpost.com- Konflik panjang terkait status kepemilikan tanah di Jalan Made Sabara, Kendari, yang berlangsung sejak 2003, kembali mencuat. Ismunahadi, yang mengaku sebagai pemilik sah tanah tersebut, menyatakan akan melaporkan dugaan pemalsuan sertifikat tanah ke Polda Sultra dan DPRD Kota Kendari.
“Sejak tahun 2003, kami sudah mencoba melapor ke Polda Sultra, tetapi laporan kami selalu ditolak tanpa alasan yang jelas. Tahun ini, kami bertekad melaporkan kembali secara resmi,” ujar Ismunahadi pada Senin (13/1/2025).
Menurut Ismunahadi, upaya mempertahankan hak atas tanahnya terus dilakukan karena muncul dugaan adanya pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tanah tersebut secara tidak sah. “Kami terus berjaga-jaga karena ada oknum-oknum licik yang mengklaim tanah ini dengan sertifikat palsu. Padahal, tanah ini hanya memiliki dokumen SKT, belum ada sertifikat resmi,” tegasnya.
Ismunahadi menjelaskan, berdasarkan pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari, tidak ada sertifikat yang diterbitkan untuk tanah di lokasi tersebut. Namun, ditemukan adanya sertifikat No. 504 yang ditempatkan di atas tanah tersebut, yang diduga kuat merupakan sertifikat palsu.
BPN Kendari sudah pernah turun lapangan bersama tim penyidik Polda Sultra untuk melakukan klarifikasi. Hasilnya, BPN memastikan tidak pernah menerbitkan sertifikat atas nama pihak lain. Ini membuktikan bahwa ada indikasi permainan oknum tertentu,” tambahnya.
Ismunahadi juga berencana mengajukan laporan ke DPRD Kota Kendari agar dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Melalui kuasa hukumnya, Rusdin, SH., MH., ia juga telah bersurat ke BPN Kendari, namun belum mendapat tanggapan.
Kami akan mendesak penyelesaian masalah ini dengan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran jika laporan kami tidak direspon. Kami ingin keadilan ditegakkan, dan hak kami sebagai pemilik sah tanah ini diakui,” tegasnya.
Ismunahadi menduga adanya “kongkalingkong” dalam penerbitan sertifikat pada 2003. Ia menyebut, sertifikat induk No. 189 atas tanah di Wua-Wua diubah menjadi sertifikat No. 504 di Korumba, dengan perubahan nama pemilik kepada ahli waris tertentu.
“Ini menunjukkan ada permainan yang melibatkan oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Kami berharap aparat hukum dapat bertindak tegas terhadap dugaan ini,” ucapnya.
Dengan konflik yang sudah berlangsung selama lebih dari 45 tahun, Ismunahadi berharap kasus ini segera menemui titik terang. Ia juga meminta adanya transparansi dari pihak terkait, termasuk BPN Kendari, dalam memberikan informasi yang jelas mengenai status tanah tersebut.
Kami siap mempertahankan hak-hak kami sesuai hukum. Semoga laporan kami kali ini mendapat perhatian serius agar keadilan dapat ditegakkan,” pungkasnya.
Permasalahan ini menjadi ujian besar bagi instansi terkait dalam menunjukkan integritas dan komitmen untuk menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung bertahun-tahun( Usman)