KENDARI, Kongkritpost.com- Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip keadilan, kepastian hukum, dan supremasi hukum. Aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri), memiliki mandat untuk menegakkan hukum secara adil, transparan, dan profesional tanpa diskriminasi atau intervensi dari pihak mana pun.
Namun, realitas di lapangan tidak selalu mencerminkan idealisme tersebut. Masih banyak oknum aparat kepolisian yang diduga menyalahgunakan kewenangan, melanggar kode etik profesi, serta terlibat dalam praktik kolusi dan penyimpangan. Hal ini berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
Hal ini diungkapkan oleh Fardi, perwakilan dari Lembaga Aliansi Pemuda dan Pelajar Sulawesi Tenggara (AP2 Sultra), yang menyoroti kasus dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum di Polresta Kendari. Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah dugaan pembebasan tiga pelaku penipuan dan penggelapan dua tabung las karbit milik Hartatik, SE, tanpa proses hukum yang jelas Jumat (14/2/2025)
Fardi menilai, tindakan pembebasan tanpa dasar hukum yang jelas bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku di Indonesia. Tindakan ini tidak hanya merugikan korban secara materiil tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana.
“Pembiaran terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di negeri ini. Jika kepolisian, sebagai institusi yang seharusnya menegakkan hukum, justru diduga ikut mencederai keadilan, maka rakyat kecil akan semakin sulit mendapatkan keadilan yang seharusnya menjadi hak mereka,” tegas Fardi.
Menurutnya, aparat kepolisian tidak boleh bertindak sewenang-wenang atau tunduk pada kepentingan tertentu yang merugikan masyarakat dan merusak integritas institusi Polri.
Berdasarkan dugaan penyalahgunaan wewenang ini, Lembaga AP2 Sultra menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak Kapolda Sultra melalui Bidang Propam Polda Sultra untuk memanggil dan memeriksa oknum polisi di Polresta Kendari yang diduga membebaskan tiga pelaku penipuan dan penggelapan tanpa proses hukum yang jelas.
2. Meminta Kapolda Sultra untuk menindak tegas oknum polisi yang diduga melanggar kode etik dan menyalahgunakan wewenangnya.
3. Mendesak Kapolresta Kendari agar segera memerintahkan bawahannya untuk menahan kembali tiga pelaku penipuan dan penggelapan guna memastikan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya.
Lembaga AP2 Sultra menilai bahwa dugaan tindakan ini berpotensi melanggar sejumlah peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menegaskan bahwa Polri harus bertugas dengan profesionalisme dan keadilan.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatur bahwa setiap tindakan dalam proses peradilan pidana harus dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa intervensi.
3. Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, yang mewajibkan anggota Polri menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian, yang melarang penyalahgunaan wewenang.
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang melarang aparat kepolisian terlibat dalam praktik kolusi dan penyalahgunaan jabatan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak wartawan belum mendapatkan konfirmasi dari penyidik Polresta Kendari maupun Kasat Reskrim terkait kasus ini.
Kasus dugaan penyalahgunaan wewenang ini menambah daftar panjang tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia. Publik menantikan tindakan tegas dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan secara adil dan profesional( Man)