BUTUR, Kongkritpost.com- Proyek Pembangunan Jembatan Langere dan Tanah Merah di Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, dengan anggaran Rp.31,94 miliar tahun anggaran 2022 terus mendapat sorotan publik.
Ketua Umum Lembaga Pemerhati Infrastruktur Daerah dan Anti Korupsi Sulawesi Tenggara (Lepidak-Sultra), Mawan SH, mengungkapkan dugaan kasus mangkraknya pekerjaan jembatan yang menggunakan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Ia menyoroti kinerja Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara yang dianggap tutup mata terhadap kasus ini.
“Proyek jembatan ini dimulai tahun 2022, sekarang hampir memasuki akhir tahun 2024, namun pihak Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara belum mengambil langkah untuk menyidik oknum-oknum yang diduga terlibat,” tegas Mawan pada Rabu, 31 Juli 2024.
Ia menambahkan bahwa proyek tersebut tidak selesai dan ditinggalkan begitu saja oleh kontraktor, PT Sinar Bulan Group (SBG).
Menurut Mawan, pihak penyidik pidana khusus (PIDSUS) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah memeriksa beberapa oknum yang diduga terlibat dalam kasus ini pada bulan Juni-Juli. Diantaranya adalah pihak Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buton Utara, UKPBJ Kabupaten Buton Utara, Direktur PT Sinar Bulan Group berinisial N, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kabid Bina Marga PUPR Kabupaten Buton Utara berinisial Z, dan Kadis PUPR Kabupaten Buton Utara berinisial MB.
Mawan menegaskan bahwa penyidik kejaksaan seharusnya sudah mengumumkan para tersangka dalam kasus ini. “Pihak kejaksaan tinggi provinsi Sulawesi Tenggara terkesan tidak berani, sehingga kami menduga ada indikasi main mata atau masuk angin dalam kasus ini,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa jika Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang baru tidak berani mengungkap dugaan korupsi proyek ini, lebih baik mundur dari jabatannya.
“Apabila tidak mampu, maka kami akan melakukan demonstrasi di Kejaksaan Agung RI untuk mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara secepatnya,” tambahnya.
Mawan mendesak agar kasus ini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika tidak ada transparansi dalam penanganannya. Ia berharap kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pemerintah, serta membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Sulawesi Tenggara.
Saat dikonfirmasi, pihak kontraktor meminta waktu untuk memberikan penjelasan. Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan PPK tidak memberikan respons melalui WhatsApp maupun telepon.
Dengan perhatian besar terhadap proyek ini, masyarakat Sulawesi Tenggara berharap penegak hukum segera menuntaskan investigasi dan memberikan kejelasan mengenai penggunaan dana yang besar untuk proyek infrastruktur yang mangkrak( Usman)