KENDARI, Kongkritpost.com- Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara turut serta dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang dilaksanakan secara virtual dan serempak di seluruh Indonesia, Selasa (27/08/2024) Rakor ini dipimpin langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, yang menghadirkan narasumber dari berbagai kementerian dan lembaga terkait. Acara tersebut menyoroti permasalahan inflasi, sekaligus menekankan rendahnya realisasi pendapatan dan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024 di berbagai wilayah, termasuk Sulawesi Tenggara.
Dalam paparannya, Tomsi Tohir mengungkapkan bahwa pada minggu keempat Agustus 2024, sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga yang signifikan. Di antaranya adalah cabai rawit yang naik di 258 kabupaten/kota, minyak goreng di 158 kabupaten/kota, dan cabai merah di 131 kabupaten/kota. Ia juga mengimbau agar pemerintah daerah bekerja sama dengan Champion cabai rawit untuk menekan kenaikan harga yang berulang setiap tahun.
Namun, yang menjadi perhatian utama dalam rakor ini adalah rendahnya realisasi pendapatan dan belanja APBD di beberapa provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Tohir mencatat, Provinsi Sulawesi Tenggara hanya mencatat realisasi pendapatan sebesar 43,55%, jauh di bawah rata-rata nasional. Sementara itu, realisasi belanja provinsi ini bahkan lebih rendah lagi, hanya mencapai 39,03%. Angka ini menunjukkan lemahnya perputaran ekonomi daerah, yang sangat bergantung pada aliran dana dari pemerintah.
Rendahnya realisasi pendapatan dan belanja tidak hanya terjadi di tingkat provinsi. Kabupaten Buton Tengah di Sulawesi Tenggara, misalnya, mencatat realisasi pendapatan yang sangat rendah, hanya 28,01%, dengan realisasi belanja yang bahkan lebih memprihatinkan, hanya 18,80%. Kabupaten ini menjadi salah satu yang terendah di Indonesia, mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan anggaran di daerah tersebut.
Tohir menegaskan bahwa realisasi belanja yang rendah berdampak langsung pada ekonomi lokal, khususnya di daerah-daerah yang ekonominya sangat bergantung pada dana pemerintah. “Rendahnya realisasi belanja ini membuat perputaran ekonomi di daerah melemah, terutama karena uang pemerintah menjadi penggerak utama ekonomi di banyak daerah,” ungkapnya.
Selain itu, Tohir juga menyoroti masih adanya sejumlah pemerintah daerah di Sulawesi Tenggara yang belum menandatangani Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan TNI dan Polri. Beberapa daerah yang disebutkan antara lain Kota Bau-Bau, Bombana, Buton Selatan, Buton Tengah, Buton Utara, Konawe Kepulauan, Konawe Utara, Kolaka Timur, Konawe, dan Wakatobi. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat tahapan pendaftaran Pilkada yang akan segera dimulai.
Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, dalam paparannya mengungkapkan bahwa meski sejumlah komoditas mengalami penurunan Indeks Perkembangan Harga (IPH), harga cabai rawit naik signifikan sebesar 10,40% dibandingkan Juli 2024. Harga beras dan minyak goreng juga menunjukkan tren kenaikan yang meresahkan.
Dengan kondisi ini, Kemendagri berharap agar pemerintah daerah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan realisasi pendapatan dan belanja daerah. Tindakan ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengurangi dampak inflasi yang bisa semakin membebani masyarakat di Sulawesi Tenggara( Red)